SIE pada bidang Lingkungan Hidup
(Pemetaan Daerah, Demografi, dll)
Dosen pengampu : endangkurniawan.com
Disusun oleh :
Kelompok 6
1.
Achmad Jamaludin maliki (4113041)
2.
Imam anshori (4113049)
3.
M. Abdul aziz (4113050)
4.
Mafrud sultoni (4113052)
FAKULTAS TEKNIK
PRODI SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2013
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
hirobbil ‘alamin segala puji bagi Allah SWT yang memberikan nikmat serta
hidayahnya,terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini merupakan tugas mata
kuliah Sistem Informasi Eksekutif Study
S-1 Sistem Informasi Fakultas Teknik Universitas Pesantren Tinggi Darul
Ulum Jombang.Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
Bpk.Endang Kurniawan S.Kom,MM.Selaku dosen mata kuliah Sistem Informasi
Eksekutif dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan dan arahan
selama penulisan makalah ini.
Akhirnya,penulis
menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah
ini,maka dari itu penulis megharapkan kritik dan saran yang kronsruktif dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Jombang,1 November 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 1
1.3 Tujuan................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………....... 2
2.1
Sistem Informasi Eksekutif ............................................................... 2
2.2
Contoh Study Kasus SIE pada bidang Lingkungan Hidup .............. 2
BAB III PENUTUP ………………………………………………………… 7
3.1
Kesimpulan......................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 7
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dengan berkembangnya teknologi informasi, mengubah manusia dalam
menyelesaikan semua perkerjaannya. Tidak hanya dalam perkerjaannya saja tetapi
dalam segala aspek kehidupan manusia, seperti pada saat pencarian informasi,
pengambilan keputusan, membuat penilaian dan perkiraan untuk
perencanaan dan pengendalian atau analisis pribadi dilakukan dengan
mengunakan komputerisasi. Perancangan sistem informasi memungkinkan pemakai
mengakses data dan informasi lingkungan berdasarkan subsistem
fungsional dan menggantikan teknologi atau sistem penyimpanan data-data
konvensional ke dalam bentuk data-data yang dapat disimpan dalam
komputer sehingga meningkatkan efisiensi dalam pencarian data dan
perawatan data. Informasi adalah data yang diolah menjadi bahan yang lebih
berguna dan berarti bagi penerimanya.
Dengan informasi sebuah lembaga, dalam hal ini perguruan tinggi dapat
mengetahui tingkat produktivitas, kemajuan, dan aktivitas yang
terjadi pada perguruan tinggi tersebut. Oleh sebab itu
dalam perguruan tinggi tersebut diperlukan sebuah
sistem informasi yang dapat mengolah dan merangkum data yang
berhubungan dengan akademis dan kepegawaian. Sistem informasi ini
disebut Sistem Informasi Eksekutif (SIE). Kebutuhan informasi
akademis dan kepegawaian akan semakin kompleks. SIE harus mampu menangani,
mengolah dan merangkum data dari database SIA dan SIK. SIE juga perlu
memberikan tingkatan pengguna dalam hal akses terhadap data-data tersebut,
tidak semua dapat mengakses data tertentu dan melakukan perubahan terhadapnya.
Sehingga masing-masing pengguna hanya akan memperoleh hak kuasa terhadap
informasi yang diinginkan.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Rumusan
Masalah dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa Pengertian System Informasi Eksekutif itu ?
2.
Berikan Contoh
Study Kasus SIE pada bidang Lingkungan Hidup ?
1.3
Tujuan
1. Untuk memahami apa itu System
Informasi Eksekutif
2. Untuk mengetahui contoh study kasus pada SIE pada bidang
Lingkungan Hidup
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sistem
Informasi Eksekutif
Istilah Eksekutif
memang diterangkan secara bebas, Eksekutif sering dikaitkan dengan perencanaan
dan jangka panjang dan berorientasi pada kesejahteraan perusahaan. Jika tidak
ada sistem informasi eksekutif dan hanya ada sistem informasi fungsional,
manajer puncak akan menerima semua informasi dari subsistem - subistem
fungsional dan para eksekutif harus menyarikan dan mensintesiskan data menjadi
suatu bentuk yang berarti bagi mereka. Sistem informasi eksekutif membebaskan
eksekutif dari tugas tersebut. Berikut ini beberapa pandangan tentang apa yang
harus dilakukan oleh Eksekutif :
• Menurut Henri Fayol,
semua manajer melakukan fungsi-fungsi manajemen yang sama: merencanakan,
mengorganisasikan, menyusun staff, mengarahkan dan mengendalikan. Perencanaan
sangat ditentukan pada tingkat eksekutif, sedangkan fungsi-fungsi lain oleh
tingkat yang lebih rendah.
• Peran-peran
manajerial Mintzberg, semua manajer melakukan semua peran, tetapi orientasinya
berbeda untuk tiap tingkatan. Salah satu peran keputusan adalah negotiator.
Salah satu contoh, seorang manajer puncak berunding dalam menggabungkan usaha
(merger), dan manajer tingkat bawah/rendah berunding tentang tanggal penerimaan
dengan pemasok.
• Agenda dan jaringan
Kotter, menurut Prof. John P. Kotter dari Harvard para eksekutif mengatasi
tantangan pekerjaan mengikuti strategi tiga tahap: (a) menetapkan agenda -
tujuan yang harus dicapai perusahaan (panjang, mencegah, dan jangka pendek);
(b) membangun jaringan kerjasama diantara orang-orang yang harus menyelesaikan
agenda tersebut; (c) menetapkan lingkungan norma dan nilai yang tepat sehingga
anggota jaringan dapat bekerja mencapai agenda itu.
2.2
Contoh
Study Kasus SIE pada bidang Lingkungan Hidup
Salah
satu pertemuan yang terjadi untuk membahas permasalahan lingkungan di Kelurahan
Makroman, CV. Arjuna sempat mengundang perwakilan warga yang diwakilkan oleh
Baharrudin serta dengan mengundang pihak Pemerintah yaitu Dinas Pertambangan
Dan Energi (DISTAMBEN) Kota Samarinda sebagai penengah.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Baharrudin dan Irman Irawan
(selaku perwakilan warga) dan Resta (selaku perwakilan CV. Arjuna) ditengahi
oleh Rusdi (pihak Pemerintah yaitu DISTAMBEN Kota Samarinda), yang hasil dari
kesepakatan tidak tertulis tersebut ialah ganti rugi yang harus dikeluaran
pihak CV. Arjuna sebesar Rp. 4.000.000.- (4 Juta Rupiah) kepada masing-masing
kepala keluarga (15 kepala keluarga) yang sawahnya terkena luapan air. Analisis
Kasus :
Melihat dampak kerusakan yang
ditimbulkan oleh kegiatan tambang, perlu adanya kesepakatan yang dilakukan
untuk mengatasi masalah ini, dikarenakan unsur-unsur didalamnya seperti
tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan, tindakan tertentu untuk
menjamin tidak 5 akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan, serta tindakan
untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup masih belum
ditemukan. Hal ini menunjukkan adanya hal-hal yang bertentangan dengan dokumen
AMDAL yang telah dibuat. Akhir
2008 penampung limbah pencucian batubara perusahaan jebol, mencemari sumber air
dan masuk ke kolam ikan dan sawah. Sejak itu penghasilan warga susut. Bibit
ikan tak mau tumbuh, sementara bibit padi di sawah tertimbun lumpur. Ini lah
bentuk pelanggaran AMDAL yang di temukan oleh warga Makroman.
Di
lokasi pengerukan, beberapa bukit dengan hutan lebatnya dibiarkan gundul
setelah batubaranya dikeruk. Limbah
batuan bertumpuk di mana-mana, sungai dipotong, perbukitan rata dengan tanah.
Air dari lubang tambang dialirkan dengan pompa ke parit-parit ala-kadarnya,
langsung menuju sawah-sawah warga. Air ini membawa limbah batuan ke arah bawah,
arah hamparan sawah. Saat ini sudah dua lubang bekas penambangan diwariskan
perusahaan, dalamnya hampir 100 meter. Lubang raksasa itu berada di pinggir
jalan, terbuka, tak berpagar, bahkan tak ada tanda peringatan bahaya. Tak ada tanda-tanda dilakukan
reklamasi maupun pemulihan. Sedangkan kawasan tersebut ialah merupakan jalan
lintasan warga menuju Samarinda. Tiga sumber air warga juga sudah rusak, dua
sumber mata air menjadi lubang tambang, sisanya menjadi kolam penambung limbah.
Hal ini membuat warga melakukan protes kepada perusahaan pada Oktober 2009.
Menurut
kelompok kami untuk menyelesaikan masalah lingkungan hidup yang dilakukan CV.
Arjuna dengan masyarakat Keluarahan Makroman hendaknya diselesaikan dengan cara
non irigasi seperti negosiasi sebagaimana yang telah dapat diketahui,
Penyelesaian dengan cara ini telah memenuhi unsur Pasal 85 ayat (1) huruf a Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa
penyelesaian lingkungan hidup yang dilakukan untuk mencapai kesepakatan
mengenai ganti rugi. Sebagai upaya atau langkah konkrit dalam menyelesaikan
sengketa lingkungan hidup antara CV. Arjuna dengan masyarakat Kelurahan
Makroman, perlu diadakan negosiasi antara CV. Arjuna yang diwakili oleh kepala
Cabang CV. Arjuna dan koordinator masyarakat Kelurahan Makroman. Hasil
pertemuan kedua belah pihak yang bersengketa tersebut guna menghasilkan
kesepakatan sebagai berikut:
1.
Tidak boleh menambang diareal dekat pemukiman dan fasilitas warga; Melihat
kenyataan dilapangan bahwa terjadinya banjir atau luapan air saat hujan turun,
maka aktifitas pertambangan yang dilakukan berdekatan dengan fasilitas warga
sangat rawan menimbulkan pencemaran lingkungan, sehingga pada salah satu poin
tuntutan yang diajukan warga ialah untuk tidak melakukan kegiatan usaha
pertambangan diareal dekat dengan 6 pemukiman
dan fasilitas warga seperti sawah, kebun, dan kolam ikan warga.
2.
Wajib membangun waduk/bendungan tempat penampungan air; Terjadinya luapan air
saat hujan datang membuat warga susah mencari air bersih untuk kebutuhan
sehari-hari seperti memasak, mencuci, serta mandi. Wajibnya membangun
waduk/bendungan tempat penampungan air dirasa cukup logis melihat susahnya
mencari air bersih di Kelurahan
Makroman.
3.
Wajib diperbaiki drainase/saluran irigasi diareal persawahan warga; Tempat
pembuangan limbah tambang CV. Arjuna masih dirasa kurang sesuai dengan
kapasitasnya, karena pada saat hujan datang, penampungan limbah CV. Arjuna
sering meluap, sehingga pihak perusahaan mengalirkan air limbah tambang ke
saluran irigasi warga
dan
hal ini menyebabkan rusaknya saluran irigasi warga yang tidak kuat
menampung besarnya volume air seingga
terjadinya kerusakan pada saluran irigasi persawahan warga.
4.
Perbaiki jalan lingkungan; Banyaknya kendaraan serta alat-alat berat yang
lalu-lalang di jalan akses warga membuat
badan jalan tersebut mengalami kerusakan. Sehingga saat hujan, sangat
berbahaya untuk menggunakan jalan dikarenakan licinnya serta banyaknya lobang-lobang
pada badan jalan.
5.
Wajib jalankan program CSR untuk warga;
6.
Warga yang selama ini mengajukan keberatan siap berkerja sama dengan perusahaan
untuk menjalankan aktivitas masing-masing; dan
7.
Pemerintah Kota Samarinda siap memantau serta mengawal kesepakatan itu hingga
benar- benar teralisasi. Dan dalam pelaksanaan pekerjaan yang berkenaan dengan
kepentingan warga setempat, maka CV. Arjuna akan melibatkan warga secara
langsung.
Mekanisme negosiasi yang dilakukan
dan menghasilkan guna mencapai nota kesepahaman yang berisi tuntutan oleh masyarakat Kelurahan
Makroman kepada CV. Arjuna sebelumnya telah diatur dan disebutkan di dalam
Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan
Penyelesaian Masalah yang menyebutkan: “Penyelesaian sengketa atau beda p
endapat
melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diselesaiakan dalam pertemuan langsung
oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya
dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis”.
Hasil
kesepakatan negosiasi yang dicapai oleh kedua belah pihak mengandung unsur
Undang-undang didalamnya, yaitu tujuan dalam melakukan penyelesaian sengketa
lingkungan di luar jalur pengadilan dalam hal ini ialah dengan jalur negosiasi,
tepatnya pada Pasal 85 ayat (1) tersebut menyebutkan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
menyatakan:
(1)
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan untuk
mencapai kesepakatan mengenai:
a.
Bentuk dan besarnya ganti rugi;
b.
Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
c.
Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau
perusakan; dan/atau
d.
Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar pengadilan lebih menekankan kepada para pihak yang bersengketa untuk menentukan
bentuk yang dipilih atau disepakati untuk dijadikan forum penyelesaian bersama. Penyelesaian sengketa
lingkungan hidup melalui perundingan di luar
pengadilan dilakukan secara sukarela oleh para pihak yang
berkepentingan, yaitu para pihak yang mengalami kerugian dan mengakibatkan
kerugian, instansi pemerintah yang terkait dengan subyek yang disengketakan,
serta dapat melibatkan pihak yang mempunyai kepedulian terhadap pengelolaan
lingkungan hidup.
Hasil kesepakatan negosiasi yang
dilakukan untuk menyelesaian sengketa lingkungan hidup bersifat mengikat kedua belah pihak yaitu
antara pihak CV. Arjuna dengan masyarakat Kelurahan Makroman. Hal ini telah
sebelumnya diatur di dalam Pasal 1233 dan 1234 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata yang menyebutkan:
“ 1233 Tiap - tiap perikatan
dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. 1234 Tiap-tiap
perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk
tidak berbuat sesuatu.”
Dari hasil yang didapat melalui
negosiasi yang dilaksanakan oleh masyarakat Makroman dengan CV. Arjuna, ada
beberapa poin yang mewajibkan melakukan tindakan nyata untuk pencegahan dan pemulihan lingkungan hidup
yang mungkin terjadi lagi di Kecamatan Sambutan Kelurahan Makroman, yaitu
seperti wajib membangun waduk/bendungan tempat penampungan air, wajib
diperbaiki drainase/saluran irigasi diareal persawahan warga, dan perbaikan
jalan lingkungan.
Adanya itikad baik dari pihak CV.
Arjuna untuk memenuhi kewajibannya yang telah ditentukan perlu dilakukan agar
hasil negosiasi yang didapat dapat terlaksana. Waduk/bendungan tempat
penampungan air yang sebelumnya pada saat hujan turun biasanya meluap, perlu
ditambah dan diperluas oleh pihak CV. Arjuna guna mencegah luapan air datang
pada saat hujan, dan jalanan umum yang biasa masyarakat gunakan harus
diperbaiki, serta saluran irigasi warga yang sebelumnya 10 rusak karena tidak
tahan menampung air pada saat hujan telah diperbaiki. Program CSR yang dituntut
oleh masyarakat juga harus dilaksanakan, seperti membuat koperasi untuk waga
Kelurahan Makroman dan penyediaan pupuk bagi para petani di kelurahan tersebut.
Pada Pasal 21 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar Pengadilan juga menyebutkan
bahwa wajibnya kedua belah pihak yang melakukan kesepakatan untuk tunduk kepada
kesepakatan yang telah dibuat.
Pemerintah Kota Samarinda yang dalam
hal ini ialah Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Samarinda dan DPRD Provinsi
Kalimantan Timur secara langsung perlu menyikapi aduan warga dengan menjadi
mediator antara CV. Arjuna dengan masyarakat Kelurahan Makroman, serta
mereka juga menfasilitasi tempat
pertemuan.
Berdasarkan hasil pembahasan, maka
penulis dapat menarik kesimpulan bahwa penyelesaian sengketa lingkungan hidup
diluar jalur pengadilan melalui negosiasi antara CV. Arjuna dengan masyarakat
Kelurahan Makroman Kecamatan Sambutan merupakan solusi yang tepat karena telah
sesuai dengan Peraturan-perundangan yang berlaku, yaitu pada Pasal 85
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan hidup serta mekanisme
pelaksanaannya juga telah memenuhi syarat yang dijabarkan dalam Pasal 6
ayat 1-9 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian
Masalah maupun pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang
Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar
Pengadilan juga disebutkan tentang mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar jalur pengadilan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah Eksekutif memang diterangkan secara bebas, Eksekutif sering
dikaitkan dengan perencanaan dan jangka panjang dan berorientasi pada
kesejahteraan perusahaan. Jika tidak ada sistem informasi eksekutif dan hanya
ada sistem informasi fungsional, manajer puncak akan menerima semua informasi
dari subsistem - subistem fungsional dan para eksekutif harus menyarikan dan
mensintesiskan data menjadi suatu bentuk yang berarti bagi mereka.
Pengambilan
contoh studi kasus di CV. Arjuna ini mengundang
pihak Pemerintah yaitu Dinas Pertambangan Dan Energi (DISTAMBEN) Kota Samarinda,
tepatnya pada Pasal 85 ayat (1) tersebut menyebutkan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
menyatakan:
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:
a. Bentuk dan besarnya ganti rugi;
b. Tindakan pemulihan akibat
pencemaran dan/atau perusakan;
c. Tindakan tertentu untuk menjamin
tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau
d. Tindakan untuk mencegah timbulnya
dampak negatif terhadap lingkungan hidup.